Wednesday, May 9, 2007

Pria langsung tidur setelah bercinta

Pria langsung tidur setelah bercinta
Jangan buru-buru tersinggung dengan sikapnya itu, karena tidak ada kaitannya dengan Anda, melainkan karena pengaruh hormon. Pada pria, orgasme atau ejakulasi akan memicu lepasnya prolactin, hormon yang juga diproduksi wanita saat memberikan ASI. Prolactin ini akan membuat seseorang merasa ngantuk, seperti halnya bayi yang sering tertidur saat disusui.

Thursday, May 3, 2007

puisi ini ditulis dengan hati (dr wrm)

Semangkuk Indomie Pada Pukul Satu Pagi

Pengirim: Agnes Tri Harjaningrum

Duduklah saja Sayang, katamu dini hari tadi
Kubuatkan hadiah spesial di hari jadimu ini
Bukankah tadi perut hanya kita isi dengan roti
Dan kau pun beraksi persis seperti koki
Cemplung sana cemplung sini
Potong sana potong sini
Dan tarraaa! Hadiah untukku pun tersaji!

Duduklah saja Sayang, katamu dini hari tadi
Kubuatkan hadiah spesial di hari jadimu ini
Bukankah tadi perut hanya kita isi dengan roti
Dan kau pun beraksi persis seperti koki
Cemplung sana cemplung sini
Potong sana potong sini
Dan tarraaa! Hadiah untukku pun tersaji!

Semangkuk Indomie pada pukul satu pagi
Sungguh, ini kado yang paling membuatku geli!
Tapi bukan hanya geli, aku juga happy
Meja makan kita sesesak tumpukan jerami
Mangkuk-mangkuk kita tak kebagian posisi
Tapi kau tak pernah mengambil hati
Ah Cinta, kau ini selalu membuatku bertanya lagi
Terbuat dari apa sesungguhnya hatimu ini?

Belum lagi bila kulirik tumpukan lain di ruang dapur
Ugh, rasanya ingin kugembok saja pintu dapur itu seumur-umur
Belakangan ini dapurku kerap ngebul
Pamali nolak rejeki, begitu kan kata orang
Padahal deadline pekerjaan mengejar-ngejar
Padahal amanah lain baru saja kuemban
Dan anak-anakku, mereka pun butuh belaian
Duh Tuhan, aku memang senang
Tapi ritme hidupku lagi-lagi seperti komedi putar

Kau ingat kan masa-masa sulit itu
Dalam hitungan hari baru saja ia berlalu
Isak ku kembali kau dengar
Amarah pun kembali ku umbar
Anak-anakku, entah apa kabar
Istri macam apa aku ini, kau butuh istri baru barangkali
Begitu ucapku, lantaran PMS, depresi, feeling guilty, dan entah apa lagi
Kau seperti dejavu bukan?

Aku lihat lelahmu yang hampir meremukkan sendi-sendimu
Aku lihat kesalmu yang dengan penuh juang kau perangi
Aku dengar degup jantungmu ketika tahun terakhir studi membayangimu
Aku dengar desah nafasmu ketika timbunan deadline seolah akan menerkammu

Tapi mengapa, ketika dejavu itu bukan lagi dejavu
ketika ia nyata membentang di depan matamu
Kau masih saja bisa memberikan bahumu untukku
Kau masih saja bisa meniadakan dirimu
Kau masih saja bisa menjelma peri penolongku
Ah Cinta, terbuat dari apa sesungguhnya hatimu?

Hiks…maafkan aku Cinta, tanganku hanya dua,
dan aku selalu kalah melawan pembagian waktu
Tapi kau sangat tahu kan Cinta,
Aku bisa gila kalau hidupku hanya kuisi dengan termangu saja
Dan kau juga tahu kan Cinta,
Ide-ide yang menari di kepalaku lebih membuat hidupku berseri
lebih menarik ketimbang tarian piring dan bumbu dapur warna-warni
Maafkan aku, aku bukan istri sholehah ya Cinta?

Dan jawabmu seringkali membuatku tergugu
Memasak, menyetrika dan mencuci itu bukan kewajiban istri
Semua itu bisa kita bagi, ucapmu
Ah Cinta, itu katamu, tapi apa kata dunia, kesahku
Mengapa tak kau didik saja aku menjadi istri sholehah itu Cinta?
Aku tak ingin mendidik, aku hanya ingin menggali potensimu, jawabmu
Tapi Cinta, lihat akibatnya, komedi putar itu bergerak kencang lagi
Ripple, itu namanya, sungguh wajar untuk sebuah perubahan, jawabmu lagi
Ah Cinta… aku hanya bisa termangu dan kembali tergugu


Andai kau tahu betapa sempurna engkau mengajari aku
Dengan caramu, dengan kasihmu, dengan ucapmu, dengan hatimu
Hadiah itu, semangkuk indomie pada pukul satu pagi itu
Menjadi begitu bermakna, tak tergantikan dengan emas permata
Semangkuk indomie pada pukul satu pagi
Kado yang membuatku geli, tapi juga membuatku menangis lagi
Terimakasihku tak kan pernah cukup Cinta…



Buat Cintaku seorang…



Groningen

19 Maret 2007



Saat musim semi bersalju

Monday, April 16, 2007

Kecerdasan Akademik vs Kecerdasan Emosional

Oleh : Eva Tio Pitna

Active Image

Mana lebih penting, kecerdasan akademik atau kecerdasan emosional? Sebagian besar orang tua pasti akan sangat bangga jika anak-anak mereka cerdas dalam bidang akademik. 'Anakku matematikanya 9 lho di raport", kata seorang Ibu atau "Anakku sudah menguasai dan lancar berkomunikasi dalam Bahasa Inggris sejak kecil, kata Bunda yang lain atau "Wah, kalau anakku, main pianonya sudah top deh," seorang ibu tak mau kalah.

Tapi pernahkah kita dengar seorang ibu yang bangga jika anaknya memiliki kecerdasan moral, kecerdasan intrapersonal atau kecerdasan interpersonal? Hmm rasanya sih, 3 kecerdasan yang terakhir itu, hampir bisa dipastikan tidak masuk hitungan dan sudah pasti tidak ada nilainya di raport atau di sekolah.

Anak-anak dengan nilai akademik tinggi, selalu mendapat perhatian dan kasih sayang lebih dari para orang tuanya dan hampir bisa dipastikan selalu menjadi topik yang hangat dibicarakan jika ada pertemuan keluarga atau lepas kangen dengan teman-teman lama dan membahas soal anak.

Sangat membanggakan jika menceritakan anak-anak yang berhasil menjadi dokter, insinyur, ahli kimia, biologi, dsb daripada anak-anak yang memiliki kecerdasan emosional. Mengapa? Pastinya gengsi lebih meningkat dong, dan karena anak-anak yang memiliki kecerdasan emosional tidak pernah dianggap dan tidak masuk hitungan, bahkan di raport pun tidak pernah ada nilai untuk kecerdasan emosional.

Banyak orang tua yang merasa rendah diri, ketika anaknya tidak masuk ranking sepuluh besar di sekolahnya. Tapi, para orang tua tidak merasa rendah diri ketika anaknya tumbuh menjadi anak-anak yang memiliki kepribadian egois, mau menang sendiri, sensitif, sombong, suka menipu dan tidak biasa bergaul.

Padahal disadari atau tidak, di setiap penerimaan test pegawai, justru yang lebih banyak diterima adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan emosional walaupun dari sisi kecerdasan akademik, masuk dalam golongan biasa-biasa aja.

Saudaraku pernah cerita, dia yang kemampuan akademiknya biasa-biasa aja, sempat tidak percaya diri pada saat harus bersaing dengan salah satu temannya yang prestasi akademiknya bisa dibilang luar biasa, tapi akhirnya mereka diterima di satu perusahaan yang sama. Pada akhirnya malah saudaraku karirnya lebih menanjak daripada temannya yang pintar itu, karena ternyata temannya yang luar biasa pintar itu, hanya pintar text book, pintar akademik, tapi tidak luwes dalam pergaulan. Sedangkan kita semua tahu, tak cukup dengan modal pintar saja kalau kita ingin karir kita gemilang kan? Tapi bukan berarti lalu jadi penjilat, sikut sana-sini lho ya, ini sih sudah pasti tidak cerdas secara emosional :D.

Kasus lain yang pernah aku baca di sebuah majalah wanita, tentang seorang anak yang ditinggal ART-nya pulang kampung, menulis surat kepada mbaknya, isinya permohonan maaf kalau selama ini si anak sering merepotkan si mbak. Buatku pribadi, anak yang bisa seperti ini adalah luar biasa! Anak yang pintar akademik itu bicara hal yang cukup mudah, anak tekun belajar atau memang ada bakat atau ada turunan pintar, biasanya si anak akan pintar juga. Tapi kepintaran emosional tidak ada sekolahnya. Bahkan (maaf) lulusan pesantren atau sekolah teologi atau yang mendasarkan pada tiang agamapun tidak menjamin lulusannya akan memiliki kecerdasan emosional.

Tak membuat terharu dan banggakah, jika suatu hari, guru sekolah bercerita kepada kita, orang tuanya, kalau anak kita senang membantu teman-temannya di sekolah atau mendamaikan dua orang temannya yang bertikai atau lebih memilih membagikan apa yang ia punya untuk temannya yang kurang mampu?

Benarkah hanya kecerdasan akademik anak, cucu, dan ponakan yang membuat bangga kita sebagai orang tua, kakek-nenek,om-tantenya ?

Sudah pasti aku sebagai Bunda dan pasti orang tua-orang tua lain pasti akan sangat bersyukur jika anaknya memiliki kecerdasan akademik plus punya kecerdasan emosional juga kan?

Nah ini PR besar buat buat para orang tua lainnya. Sudahkah kita mencoba untuk menggali potensi-potensi kecerdasan emosional anak-anak kita? Kalau belum yuk kita coba mulai dari anak kita dan saat ini juga (ETP/WRM)

ini utk ngingati gw kl punya anak

Monday, April 2, 2007

SEBELUM ORGAN BAYI TUMBUH SEMPURNA

Kenali kelainan-kelainan bayi baru lahir dengan mengetahui bagaimana organ tubuhnya berkembang.

Kita mungkin pernah mendengar bahwa bayi A menderita kelainan sejak lahir. Perlu diketahui, sebenarnya sebelum dan sesudah lahir, banyak sekali organ tubuh bayi yang belum berfungsi secara sempurna. Namun, seiring dengan waktu, organ-organ tersebut akan berfungsi normal.

Hanya saja, jika organ tersebut tak berfungsi normal sesuai waktunya biasanya akan timbul masalah. Simak penjelasan dr. Rulina Suradi, Sp.A.(K), dari Subbagian Neonatologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta berikut ini :

Jantung, Peredaran Darah, Dan Paru-Paru

Jantung, imbuh Rulina, merupakan organ tubuh yang besarnya hanya sekepalan tangan. Terletak di rongga dada (toraks) sebelah kiri. Benda ini terdiri atas otot-otot kuat yang saling bersambung, sehingga membentuk jaringan.

Jantung memiliki empat ruangan dua di sebelah kiri dan dua di kanan dengan fungsi berbeda. Fungsi intinya adalah mengalirkan darah ke seluruh tubuh, dan setelah darah mencapai ujung, secara otomatis akan kembali ke sumber semula. Dua ruangan di kiri, sebelah atas disebut atrium (serambi) kiri, sedang bagian bawah dinamai ventricle (bilik) kiri. Di ruangan kanan juga sama, yaitu atrium dan ventricle kanan.

Kondisi jantung bayi saat masih dalam kandungan berbeda dengan saat lahir. Ketika masih dalam kandungan, jantung bayi belum sepenuhnya berfungsi secara normal. Peredaran darah dari jantung kiri bisa langsung melewati jantung kanan. Begitu juga sebaliknya. Tidak ada sekat yang memisahkannya. Akibatnya, darah bersih dapat bercampur dengan darah kotor. Namun secara medis, kondisi ini tak jadi masalah, karena kala dalam kandungan, janin menerima pasokan darah dan oksigen dari sang ibu lewat plasenta. Barulah setelah beberapa jam bayi dilahirkan, saluran tersebut secara otomatis langsung menutup. "Lamanya, kurang lebih 4-8 jam," ungkap Rulina.

"Saat lahir, paru-paru bayi juga mulai berfungsi, sehingga menimbulkan tekanan udara yang kuat di sekitarnya. Tekanan tersebut mengakibatkan saluran yang menghubungkan bilik kiri dan kanan jantung menutup."

Namun, ia mengingatkan, jika saluran peredaran darah tersebut tidak menutup lebih dari 24 jam, maka orang tua harus mewaspadainya karena hal itu menandakan jantung si bayi mengalami kebocoran. Kelainan ini disebabkan posisi sekat pemisah bilik atau serambi jantung kiri dan kanan belum atau tidak tertutup sempurna. Akibatnya, jantung tidak berfungsi dengan baik. Padahal, jantunglah yang memompa darah ke seluruh tubuh.

Dari bilik kiri jantung, darah bersih berwarna merah segar yang mengandung 96% zat asam dialirkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah nadi. Saat kembali ke bilik kanan, darah tidak lagi bersih dan warnanya berubah menjadi lebih tua. Pada saat itu kadar zat asamnya tinggal sekitar 60%. Selanjutnya, darah kotor ini dipompa dari bilik kanan ke paru-paru untuk mengambil zat asam sehingga menjadi bersih kembali. Begitulah aliran darah pada tubuh berlangsung tanpa henti sepanjang hidup kita.

Nah, bila sekat pemisah tidak tertutup sempurna, tentu saja darah kotor akan bercampur dengan darah bersih. Akibatnya kerja jantung akan terganggu. Hal ini ditandai dengan sering keluarnya tanda-tanda biru, khususnya pada kuku jari tangan dan bibir bayi. Selain itu, badannya kurus, pucat, dan tidak bersemangat. Aktivitas pun terbatas, bayi akan mudah capai dan sering menderita demam.

Cara mengatasinya bermacam-macam, tergantung faktor penyebabnya. Ada yang dengan obat-obatan saja sudah cukup, tapi ada juga yang harus ditangani lewat tindakan operasi. "Penting diperhatikan, tidak semua gangguan jantung ini harus ditangani langsung dengan cara menutup saluran yang bocor." Masalahnya, dalam situasi dan kondisi tertentu, penutupan saluran tersebut malah bisa berdampak fatal, yaitu meninggal dunia. Pada mereka, biasanya diberikan obat-obatan terlebih dahulu, setelah itu barulah dilakukan operasi.

Jadi, kapan tindakan operasi dilakukan, sepenuhnya harus dengan pertimbangan dokter. Semakin besar usia sang bayi, semakin besar ukuran jantungnya. Dengan begitu operasi pun lebih mudah dilakukan.

Tingkat kesulitan pembedahan penyakit jantung bawaan sangat tergantung pada letak dan parah tidaknya kelainan itu. Ada yang cukup dilakukan satu kali koreksi, ada yang sampai beberapa kali. Selama dilakukan pembedahan jantung terbuka diperlukan mesin jantung-paru yang menggantikan fungsi jantung dan paru-paru untuk sementara.

Ubun-Ubun

Ubun-ubun atau yang dalam istilah kedokterannya fontanela merupakan bagian kecil dari kepala bayi. Bentuknya sangat lunak. Itu sebab, orang tua kerap tidak tega menyentuh atau merawatnya. Padahal, ubun-ubun sebenarnya tak selunak yang kita bayangkan karena ia dilapisi membran (selaput tipis jaringan) yang cukup kuat.

Perlu diketahui, kepala bayi dibentuk oleh beberapa lempeng tulang, yaitu 1 buah tulang di bagian belakang (tulang oksipital), 2 buah tulang di kanan dan kiri (tulang parietal), dan 2 buah tulang di depan (tulang frontal). Di antara tulang-tulang yang belum bersambung itu terdapat celah yang disebut sutura. Sutura-sutura ini ada yang membujur dan ada pula yang melintang. Nah, titik silang celah-celah itulah yang membentuk ubun-ubun depan (besar) dan ubun-ubun belakang (kecil).

Sebenarnya, hingga usia beberapa bulan setelah dilahirkan, tulang-tulang kepala bayi belum menyambung satu sama lain. Namun, letaknya telah tersusun berdampingan secara rapi. Ubun-ubun yang tak segera menutup inilah yang kerap mengkhawatirkan para orang tua. Padahal, dengan begitu otak bayi justru bisa berkembang normal.

Ubun-ubun dan sutura-sutura ini normalnya menutup antara usia 6-20 bulan. Secara kasat mata, akibat proses penutupan tulang tengkorak yang kelewat dini ini bisa dilihat melalui bentuk kepala yang tak normal. Ini terjadi karena pertumbuhan kepala cenderung mengarah ke tulang yang suturanya menutup belakangan. Contohnya, kalau sutura bagian depan sudah menutup lebih dulu, pertumbuhan kepala akan lebih mengarah ke belakang, dan akibatnya kepala jadi panjul.

Penyebab ubun-ubun cepat menutup biasanya adalah kelainan bawaan, adanya infeksi selama kehamilan, atau adanya gangguan perkembangan jaringan otak dan kelainan tulang seperti osteopetrosis (pertumbuhan dan kepadatan tulang yang berlebihan).

Sudah pasti, ubun-ubun yang menutup terlalu cepat akan menghambat perkembangan otak bayi dan menimbulkan gangguan. Dengan kata lain, sel-sel otak yang seharusnya berkembang malah tertahan oleh tulang tengkoraknya sendiri. Biasanya, gangguan yang muncul berupa cerebral palsy atau kelumpuhan yang sifatnya kaku.

Terlebih bila proses penutupan tulang tengkorak ini berlangsung sejak ia baru lahir atau berada di kandungan, proses keterhambatan perkembangan otaknya tentu lebih lama sehingga gangguan yang timbul akan lebih banyak dan berat. Artinya, manifestasi gangguan tumbuh kembang pada bayi yang bersangkutan bisa berbeda-beda, tergantung bagian otak sebelah mana yang perkembangannya terhambat, dan kapan terjadinya proses penghambatan atau penutupan itu.

Cara mengatasinya adalah dengan operasi melepas sambungan yang menutup terlalu cepat. Dengan begitu, diharapkan otaknya bisa terus tumbuh dan berkembang.

Usus Besar

Bayi baru lahir umumnya sudah bisa BAB (Buang Air Besar) dalam waktu 24 jam setelah persalinan. Feses di hari pertama dan kedua disebut mekonium yang berwarna gelap atau hitam. Tak heran bila ada yang menyebutnya tahi gagak. Pada hari ketiga, feses atau tinjanya mungkin sudah bercampur dengan susu atau kotoran peralihan (campuran tahi gagak dan susu). Perlu diketahui, bayi yang diberi ASI, biasanya pada hari-hari pertama atau minggu-minggu pertama akan lebih sering buang air besar, bisa sampai 6 kali lebih.

Kalau dalam waktu lebih dari 48 jam mekoniumnya tidak keluar-keluar, biasanya bayi diduga menderita hirschprung. Kelainan hirschsprung terjadi pada persarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga ke bagian usus di atasnya, termasuk ganglion parasimpatis yang membuat usus bisa bergerak melebar dan menyempit. "Nah, pada bayi yang punya kelainan hirschsprung, persarafan ini tak ada sama sekali atau kalaupun ada, jumlahnya sedikit sekali. Ada-tidaknya persarafan inilah yang menentukan derajat ringan-beratnya kelainan hirschsprung," urai Rulina.

Akibat selanjutnya, kotoran akan menumpuk dan menyumbat usus di bagian bawah, hingga bayi tak bisa BAB. Penumpukan kotoran di usus besar ini akan diteruskan dengan pembusukan. Jika terjadinya sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan tanpa ketahuan, di dalam usus besar akan berkembang banyak kuman. Pada akhirnya timbullah radang usus.

Bisa juga, proses pembusukan ini kemudian menghasilkan cairan yang akan merembes keluar tanpa bisa ditahan oleh anus karena tak ada persarafan tadi. "Mungkin saja orang tua ataupun dokter tak menyadari adanya kelainan ini, dianggapnya si bayi mengalami mencret atau diare biasa."

Untuk mengatasinya, pada bayi akan dilakukan pemeriksaan barium enema lewat anus. Dengan begitu, bisa kelihatan seberapa sempit ususnya dan seberapa panjang kerusakan yang terjadi. Bagian usus yang tidak memiliki persarafan akan dibuang lewat operasi pertama. Berikutnya, operasi dilakukan lagi; kalau ususnya bisa ditarik ke bawah, ia akan langsung disambung ke anus. Kalau ternyata ususnya belum bisa ditarik, maka dibuatlah lubang di dinding perut (kolostomi) untuk saluran BAB.

Nanti, kalau ususnya sudah cukup panjang, operasi bisa dilakukan lagi untuk menarik dan menyambung ususnya langsung ke anus. Menunggunya bisa sampai 3 bulan, tergantung kondisi anak yang bersangkutan. Selama itu pun, kondisinya tetap harus dikontrol, dua minggu sekali atau sebulan sekali.

Menurut Rulina, setelah dibuang dan diperbaiki kelainannya, BAB anak biasanya akan normal kembali. Kecuali jika kelainannya parah sampai usus besarnya harus dibuang semua. Masalah tidak akan berhenti sampai di situ.

Bilirubin/Kuning Pada Bayi

Timbunan bilirubin (zat/komponen yang berasal dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah merah) di bawah kulit akan membuat kulit bayi terlihat kuning. Perlu diketahui, pada saat masih dalam kandungan, janin membutuhkan sel darah merah yang sangat banyak karena paru-parunya belum berfungsi. Sel darah merah inilah yang bertugas mengangkut oksigen dan nutrien dari ibu ke janin melalui plasenta. Nah, sesudah ia lahir, paru-parunya berfungsi, sehingga sel darah merah ini tidak dibutuhkan lagi dan dihancurkan.

Bilirubin alias pecahan hemoglobin ini bermacam-macam sifatnya, ada yang indirect, direct, dan bebas. Yang indirect atau belum diolah adalah bilirubin yang terikat albumin sebagai zat pengangkutnya. Ia akan dibawa ke hati untuk diproses menjadi bilirubin direct. Bilirubin direct ini lalu disimpan di kantong empedu. Namun demikian, kadang tidak semua hasil pemecahan hemoglobin bisa diikat oleh albumin dan dibawa ke hati. Bagian yang tidak terangkut inilah yang disebut bilirubin bebas.

Bilirubin bebas bisa menyebar ke mana-mana ke seluruh tubuh. Jenis inilah yang dapat menimbulkan bahaya, terutama kalau sampai masuk ke otak, karena tak bisa dilepas lagi. Akibatnya, akan muncul gangguan yang disebut kern ikterus atau timbunan bilirubin di dasar otak.

Namun, kalau bayi sampai kuning, kita tidak perlu keburu khawatir. Kasus ini sebenarnya terbagi atas kuning faali (fisiologis) dan kuning patologis (penyakit). Yang bersifat patologis dapat mengganggu tumbuh kembang bayi di kemudian hari. Sementara yang faali adalah sesuatu yang normal. Umumnya terjadi di hari kedua atau ketiga setelah kelahiran hingga 7 atau 14 hari. Walaupun bersifat faali, keberadaannya tetap perlu diwaspadai, karena mungkin saja dilatarbelakangi masalah patologis.

Selain itu, bayi yang minum ASI dapat juga terlihat kuning pada minggu pertama dan kedua, yang nantinya berangsur-angsur hilang sendiri. Di dalam ASI memang ada komponen yang mempengaruhi timbulnya kuning pada bayi. Jadi, kuning ini hanyalah gejala biasa.

Kendati demikian, orang tua harus tetap waspada. Terutama kalau si bayi sedang dalam keadaan sakit yang berkaitan dengan acidosis (penyakit yang berhubungan dengan menurunnya kadar pH darah). Misalnya, sesak napas atau mencret berat. Sebab, saat itu kadar bilirubin bebas bisa meningkat.

Inilah sejumlah hal mencurigakan yang harus diwaspadai.

1. Kuning muncul cepat sekali. Misal, pagi lahir, sore sudah kuning.

2. Peningkatan kadar kuning berlangsung sangat cepat.

3. Kuning berlangsung lama atau proses menghilangnya sangat lambat, misalnya sesudah 2 minggu kuningnya masih ada.

"Jika salah satu atau semua hal itu terjadi pada si kecil, segera bawa ia dokter!" pesan Rulina. "Mendeteksi bayi kuning atau tidak, sebetulnya tak terlampau sulit. Lihat di bagian putih matanya. Kalau memang kuning, warna itu akan terlihat jelas di sana."

Saeful Imam. Foto: Iman Dharma S./nakita

Wednesday, March 21, 2007

Mendengar atau Terdengar ?

Pengirim: Eva Tio Pitna (http://wrm-indonesia.org/index.php?option=content&task=view&id=1041&Itemid=2)

Tuesday, 20 March 2007

Anak : "Bunda, aku nggak mau sekolah lagi. Di sekolah banyak anak nakal Bunda…, aku sering diganggu. Pokoknya aku gak mau sekolah lagi, aku takut Bunda……" (sambil menangis)

Bunda : (Bundanya sambil matanya menonton televisi yang menayangkan sinetron favorit). "Masa sih? Anak Bunda gak boleh takut dong, kalau Cuma diganggu aja sih gak apa-apa, gak perlu takut. Pokoknya besok harus tetap ke sekolah seperti biasa ya. Ya sudah sana gih, Bunda lagi nonton TV nih, nanti kelewat deh ceritanya...! Kamu sih ada-ada aja, gitu aja takut...!

Problem Komunikasi Dalam Keluarga

Situasi di atas sepertinya tidak asing lagi di jaman ini, di mana setiap orang, termasuk orang tua, seolah membangun dunia sendiri yang terpisah dari orang lain, bahkan anggota keluarganya sendiri. Komunikasi keluarga menjadi “barang mahal dan barang langka” karena masing-masing sibuk dengan urusan, pikiran dan perasaannya masing-masing.

Akhirnya komunikasi yang tercipta di dalam keluarga menjadi komunikasi yang sifatnya informatif dan superfisial (hanya sebatas permukaan). Misalnya, pemberitahuan agenda kerja ayah hari ini, rapat di kantor, janji bertemu orang, harus presentasi, atau mungkin membicarakan mengenai t eman ayah punya pekerjaan baru, si Pak Tiar pergi ke luar negeri, tingkat bunga bank, kurs dollar, situasi politik, kerusuhan yang terjadi di luar daerah, dan lain sebagainya. Sementara ibu membicarakan tentang teman kerja di kantor, rencana bisnis ibu, rencana masak memasak, pertemuan arisan, acara televisi baru, atau membicarakan tentang anak teman ibu yang punya masalah. Anak-anak, punya dunianya sendiri yang sarat dengan keanekaragaman pengalaman dan cerita-cerita seru yang beredar di kalangan teman-teman mereka.

Dalam kepadatan arus informasi yang serba superfisial dan sempitnya “waktu bersama”, membuat hubungan antara orang tua – anak semakin berjarak dan semu. Artinya, hal-hal yang diutarakan dan dikomunikasikan adalah topik umum selayaknya ngobrol dengan orang-orang lainnya. Akibatnya, masing-masing pihak makin sulit mencapai tingkat pemahaman yang dalam dan benar terhadap apa yang dialami, dirasakan, dipikirkan, dibutuhkan dan dirindukan satu sama lain.

Dalam pola hubungan komunikasi seperti ini, tidak heran jika ada orang tua yang kaget melihat anaknya tiba-tiba menunjukkan sikap aneh, seperti tidak mau makan, sulit tidur (insomnia), murung atau prestasinya meluncur drastis. Orang tua merasa selama ini anaknya seperti “tidak ada apa-apa” dan biasa saja. Lebih parah lagi, mereka menyalahkan anak, menyalahkan pihak lain, entah pihak sekolah, guru, atau malah saling menyalahkan antara ayah dengan ibu.

Seringkali orang tua lupa, bahwa setiap masalah adalah hasil dari sebuah interaksi setiap orang yang terlibat di dalamnya. Setiap orang, punya kontribusi dalam mendorong munculnya masalah, termasuk masalah pada anak-anak mereka.

Seni Mendengarkan

Komunikasi, sesungguhnya tidak hanya terbatas dalam bentuk kata-kata. Komunikasi, adalah ekspresi dari sebuah kesatuan yang sangat kompleks : bahasa tubuh, senyuman, peluk kasih, ciuman sayang, dan kata-kata. Seni mendengarkan membutuhkan totalitas perhatian dan keinginan mendengarkan, hingga sang pendengar dapat memahami sepenuhnya kompleksitas emosi dan pikiran orang yang sedang berbicara. Bahkan, komunikasi yang sejati, sang pendengar mampu memahami apa yang terjadi / yang dirasakan oleh lawan bicara meski dengan kata-kata yang sangat minimal.

Bagaimana Cara Mendengarkan Yang Baik ?

Di awal artikel ini pembaca dapat menarik gambaran bagaimana suasana hati sang anak dan apa yang diharapkannya ketika ia mencoba “berkomunikasi” dengan sang ibu; dan bagaimana keadaan “hati” anak setelah itu? Kejadian tersebut tampaknya sangat umum terjadi di mana-mana, di hampir setiap keluarga. Memang tidak ada orang tua sempurna, karena setiap orang tua memiliki masalahnya masing-masing hingga seringkali memblokir hubungan positif yang seharusnya terjalin antara mereka dengan anak-anak. Tapi bukan berarti hal itu dapat selalu dimaklumi, bukan? Bagaimanapun setiap kita para orang tua perlu diingatkan kembali bagaimana cara “mendengarkan” anak kita.

  1. Fokuskan perhatian pada anak

    Pada saat anak mencoba mengatakan sesuatu, berilah perhatian sepenuhnya pada ceritanya. Untuk itu, alangkah baiknya jika kita mengalihkan perhatian sejenak dari film atau sinetron yang sedang ditonton, majalah, koran, atau dari pekerjaan yang sedang dihadapi. Tataplah langsung di matanya sambil memberi kesan bahwa kita benar-benar siap memperhatikan ceritanya, dan mendorongnya untuk bercerita.
  2. Re-statement, mengulangi cerita anak untuk menyamakan pengertian

    Tahanlah diri untuk tidak menginterupsi ceritanya sampai anak selesai bercerita. Ketika anak selesai bercerita, cobalah memberikan kesimpulan berdasarkan hasil tangkapan kita terhadap ceritanya. Pola ini, memberikan feedback bagi orang tua dan anak, apakah kita benar-benar telah memahami apa yang diceritakan atau apa yang sebenarnya ingin diungkapkan oleh anak.
  3. Menggali perasaan dan pendapat anak akan masalah yang sedang dihadapi

    Kita boleh bertanya pada mereka : “bagaimana perasaan adek, waktu itu....”; cara ini jauh lebih baik ketimbang menjatuhkan penilaian subyektif atas diri mereka : “ ah, kamu pasti takut! Kamu kan penakut....” atau “ah, paling kamu menangis...kan kamu cengeng...” atau “kamu nggak menangis, kan? Anak mama papa pemberani, tentu tidak pernah menangis!”...Penilaian tersebut malah membuat anak frustrasi karena mereka mengharap orang tua bisa mengerti perasaan mereka, bukan menilai sikap dan perasaan mereka.

    Selain itu, penilaian subyektif orang tua yang datang terlalu cepat, bisa membuat anak menarik diri untuk tidak lebih lanjut menceritakan perasaan yang sebenarnya, karena orang tua sudah punya anggapan tertentu. Misal, anak itu se benarnya takut ketika berhadapan dengan teman sekolah yang lebih besar badannya dan suka mengganggunya – namun urung bercerita karena orang tua sudah memberi label pada sang anak sebagai “anak mama-papa pasti pemberani”. Menceritakan perasaan dan kejadian yang sesungguhnya, hanya akan membuat dirinya dimarahi atau malu karena dianggap lemah.
  4. Bantu anak mendefinisikan perasaan

    Mendengarkan sepenuhnya cerita pengalaman anak, baik itu menyedihkan dan menyenangkan, membuat kita berdua (dengan anak) dapat berbagi rasa dan anak pun akan merasa orang tua menghargainya. Anak akan biasa bersikap terbuka karena yakin orang tua pasti bersedia mendengarkan mereka.

    Jika anak masih sulit mengidentifikasi perasaan mereka, bantulah dengan mendengarkan cerita mereka sungguh-sungguh, dan melontarkan kesan seperti “Wah..adek sepertinya sedih sekali”..atau “Kamu kelihatan sangat marah”...atau “adek sepertinya sedang bosan?”. Anak akan sangat lega ketika orang tua bisa menangkap perasaan mereka. Interaksi demikian, melatih anak mengidentifikasikan perasaan mereka secara tepat.
  5. Bertanya

    Hindari sikap memaksakan pendapat, cara, penilaian orang tua; alangkah lebih baik jika orang tua membimbing mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka semakin memahami kejadian yang dialami, teman yang dihadapi, perasaan yang mereka rasakan serta sikap - tindakan yang harus mereka lakukan sebagai pemecahannya.
  6. Mendorong semangat anak untuk bercerita

    Hanya dengan memberi respon “Ooo....O ya?...Wow!...” sudah menjadi stimulasi bagi mereka untuk makin giat bercerita.Pola ini dapat membuat anak tenang dan nyaman karena merasa orang tua memahami apa yang mereka ungkapkan.
  7. Mendorong anak mengambil keputusan yang tepat

    Jika orang tua ingin membantu anak menghadapi masalahnya, sebaiknya kita tidak mengambil alih keputusan (“ya sudah, besok kamu tidak usah masuk sekolah”) atau tindakan (“biar mama yang hadapi si boy teman mu yang nakal...biar mama si boy tahu apa yang anaknya lakukan!). Sebaliknya, hadirkan beberapa alternatif yang membuat mereka berpikir dan memilih manakah solusi terbaik sambil membicarakan akibat-akibat yang bisa dirasakan baik oleh anak maupun oleh orang lain.
  8. Menunggu redanya emosi anak dan mengajak berpikir positif

    Jika anak masih diliputi emosi yang memuncak hingga membuatnya sulit berbicara, orang tua jangan memaksakan anak untuk segera bicara. Kita tidak akan berhasil membuatnya bercerita dan kita pun makin tidak sabar untuk tidak memberikan opini kita padanya. Konflik seringkali terjadi dan ini menyebabkan memburuknya hubungan orang tua anak.

    Berikan waktu untuk menyendiri sampai intensitas perasaannya mereda. Ketika emosinya mereda, anak akan lebih siap untuk diajak bicara. Sekali lagi, berusahalah untuk tidak memberikan opini kita pribadi, baik terhadap pilihan sikapnya, emosinya, dan tindakannya.Tanyakan pemikiran mereka terhadap masalah ini dan bagaimana kira-kira sikap yang sebaiknya mereka lakukan di kemudian hari. Sikap ini tidak saja menghindarkan anak dari perasaan dihakimi, namun juga membantu mereka lebih memahami kejadian / peristiwa itu secara obyektif serta menemukan nilai atau pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kejadian itu.

Apa manfaat dari mendengarkan?

Bagi seorang anak, komunikasi bukan hanya bertujuan untuk membuat orang dewas a atau orang lain mengetahui dan memenuhi kebutuhannya. Dari komunikasi itu lah, anak dapat menarik kesimpulan, bagaimana orang dewasa memandang dirinya; dan dari kesan ini lah seorang anak membangun rasa percaya diri dan sense of self.

Anak akan merasa dihargai, merasa percaya diri dan mengembangkan penilaian positif terhadap dirinya, ketika orang tua menaruh perhatian tidak hanya pada ceritanya, tapi juga pada pendapat, keyakinan, kesimpulan, ide-ide, perasaan, bahkan ketika pendapat tersebut tidak sesuai dengan pendapat orang tua. Sikap orang tua yang “mendengarkan” anak, membuat anak berani membuat perbedaan dan menjadi berbeda, tanpa takut dihukum, dilecehkan atau ditertawakan. Hal itulah yang menjadi salah satu landasan keberanian dan keinginan anak, untuk menjadi diri sendiri apa adanya.

Dari tanggapan-tanggapan orang tua, anak akan belajar mengenal banyak informasi dan pengetahuan, mendengar sesuatu yang berbeda dari yang dipikirkannya selama ini, melihat alternatif yang lain, menilai pendapat dan tindakannya sendiri, menilai posisi dirinya di mata orang lain, dan menarik kesimpulan apa yang harus dilakukan olehnya. Proses saling mendengarkan dan didengarkan, mengasah daya kritis dan kreativitas berpikir anak karena ketika antara anak dengan orang tua terdapat jalur 2 arah yang terbuka, maka terbuka pula akses informasi, pengetahuan, perasaan, pemikiran dan pengalaman dari kedua belah pihak. Satu sama lain, saling belajar dan saling memperkaya, saling mengenal dan semakin memahami.

Proses komunikasi antara orang tua dengan anak, sangat membantu anak memahami dirinya sendiri, perasaannya, pikirannya, pendapatnya dan keinginan-keinginannya. Anak dapat mengidentifikasi perasaannya secara tepat sehingga membantunya untuk mengenali perasaan yang sama pada orang lain. Lama kelamaan, semakin anak terlatih dalam mengenali emosi, tumbuh keyakinan dan sense of control terhadap perasaannya sendiri (lebih mudah mengendalikan sesuatu yang telah diketahui). Misal, jika anak sudah tahu bagaimana rasanya marah, sedih, kecewa, takut, kesepian, dsb, maka akan lebih mudah bagi orang tua memberikan alternatif-alternatif cara menghadapi dan menyelesaikannya.

Mendengarkan anak secara sungguh-sungguh , membuat anak percaya pada orangtua. Hubungan mutual trust, ini membuat anak merasa lebih nyaman berada bersama orang tua, lebih memilih ‘curhat dengan orang tua dan siap menjadi “partner” ketika orang tua yang giliran butuh didengarkan.

Evaluasi Diri

Mendengarkan dan didengarkan, adalah kunci hubungan orang tua-anak yang sangat bermanfaat, baik untuk pengembangkan kematangan emosional, kepandaian intelektual, kemampuan membina kehidupan sosial yang baik serta penanaman nilai prinsip moral yang baik pada anak. Dengan mendengar dan didengar, jalur komunikasi 2 arah terbuka lebar antara orang tua – anak, memungkinkan keduanya saling mengerti dan membuat orang tua dapat memberikan dukungan yang diperlukan oleh anak.

Namun sebaliknya, jika kata-kata yang diucapkan anak hanya sekedar “terdengar” di telinga kita, akan hilang begitu saja terbawa angin dan tidak memberikan makna serta kontribusi apapun dalam proses pertumbuhan anak. Nah, apakah kita sebagai orang tua, tega mengorbankan kualitas perkembangan dan tingkat kematangan emosional, intelektual, moral, dan kemampuan sosial anak kita demi kesenangan sesaat (film yang menarik, obrolan gossip yang asik, berita yang sedang dibaca, dan lain sebagainya).....Inilah saatnya kita sebagai orang tua merefleksikan dalam kehidupan sehari-hari, apakah kita sudah lebih sering mendengarkan anak....ataukah cerita mereka hanya terdengar sayup-sayup oleh kita? (ETP/WRM)

Dari berbagai sumber

Tuesday, March 20, 2007

Tips Memilih Nursing Bra (BH Untuk Menyusui)

Tuesday, 30 May 2006

oleh: Shrie


Nursing Bra atau BH menyusui adalah BH yang dirancang khusus untuk ibu yang sedang menyusui. Dirancang dengan kelepak (flap) yang bisa dibuka-tutup pada bagian mangkuk (cup) BH, memudahkan busui (ibu menyusui) bila akan menyusui bayinya. BH menyusui tidak wajib dipakai oleh busui, tetapi hanya bersifat sebagai alat bantu saja. Bila busui merasa tidak nyaman memakai BH menyusui ini, maka tidak ada pengaruhnya terhadap kuantitas atau kualitas ASI yang dikeluarkan.

Jika mom memutuskan untuk memakai bra menyusui pada saat menyusui si kecil, berikut tips memilih bra menyusui yang aku kutip dari Majalah parents Guide edisi Februari 2006 :

- Belilah BH menyusui di pertengahan atau akhir kehamilan, atau ketika BH yang mom gunakan selama hamil sudah tidak nyaman lagi.

- Belilah minimal dua buah BH, agar mom selalu mempunyai persediaan BH bersih.

- Jika susah menentukan ukuran BH dengan tepat, siapkan BH lebih dari dua, dengan ukuran mangkuk yang berbeda-beda. BH dengan ukuran mangkuk yang lebih besar dipakai saat payudara sedang penuh-penuhnya. BH dengan ukuran mangkuk paling kecil dipakai saat payudara dalam kondisi tidak terlalu penuh/bengkak.

- Pilih BH yang bisa menopang payudara dengan baik tapi masih punya cukup ruang di puncak mangkuk untuk menyisipkan bantalan ASI (nursing pads).

- Jika memilih BH yang berkelepak, carilah yang elastis dan kelepaknya mudah dibuka dengan satu tangan (biasanya dikaitkan dengan klip plastik ke tali bahu, atau ketengah BH).

- Jika memilih BH tanpa kelepak, carilah yang tali bahunya mudah diturun-naikkan dengan satu tangan (biasanya bertali lebar, terbuat dari bahan yang lembut, tipis dan elastis, serta tidak memakai kawat penopang. BH jenis ini lebih cocok dipakai di rumah.

- Jika ukuran payudara sangat besar, utamakan memilih BH yang mampu menopang payudara dengan baik. (Disarankan memilih BH dengan kawat penopang)

- Jika mom berencana memerah ASI dengan pompa, pilihlah BH yang bukaan kelepaknya cukup lebar agar corong pompa bisa menempel dengan baik pada payudara. (WRM/SA)

Sumber :
- Majalah Parents Guide
- Berbagai sumber

Kembali Langsing Setelah Melahirkan?

Tuesday, 20 February 2007

Oleh: Shrie

Bisakah kembali langsing setelah melahirkan? Bisa saja. Tetapi dibutuhkan waktu, kesabaran, nutrisi yang baik dan latihan fisik yang cukup untuk mengembalikan bentuk tubuh seperti semula. Keinginan mengembalikan bentuk tubuh seperti sebelum melahirkan mungkin merupakan keinginan mommies yang paling utama, namun sebaiknya lakukanlah secara bertahap. Sekolah Obstetri dan Ginekologi Amerika menginformasikan bahwa cukup aman melakukan “Olahraga Ringan” kembali seperti sebelum melahirkan, namun sebaiknya dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kondisi fisik mommies.

Lakukan latihan fisik yang ringan terlebih dulu, seperti jalan cepat selama 5 menit, setelah itu berangsur-angsur moms boleh menambah lamanya latihan sesuai dengan kondisi fisik moms.

Yang perlu dihindari adalah latihan fisik yang dapat membuat payudara moms terasa perih dan sakit. Dan juga cobalah untuk selalu memulai latihan setelah menyusui bayi moms, karena payudara tidak akan terasa penuh dan si kecil pun sedang tidak rewel. Ada penelitian yang mengungkapkan bahwa bayi akan malas atau tidak bersemangat menyusui dari ibu yang baru saja melakukan latihan fisik dan masih menurut penelitian tersebut, rasa enggan untuk menyusui ini akan bertahan sampai 60 menit setelah ibu nya latihan.

Berikut ini daftar latihan fisik yang dapat di lakukan oleh moms yang baru saja melahirkan:

Minggu 1 s/d 4

* Latihan lantai untuk panggul

Otot panggul mudah lelah, jadi sebaiknya latihan kontraksi/kegel tetap di lakukan oleh ibu yang baru saja melahirkan.
Caranya:
- Berbaringlah di atas punggung dengan posisi lutut di tekuk dan telapak kaki menempel di lantai.
- Tegangkan otot vagina seperti saat moms sedang menahan keinginan untuk buang air kecil.
- Tahan sampai hitungan keempat lalu lepaskan.

* Push up

Pushup merupakan cara yang paling baik untuk menguatkan otot tubuh bagian atas yang sangat di perlukan untuk mengendong bayi. Bila moms hanya mempunyai waktu sedikit dalam melakukan latihan fisik, pastikan moms melakukan latihan pushup.
Caranya:
- Mulailah dengan posisi lutut di bawah panggul. Rentangkan tangan sedikit lebih lebar dari bahu.
- Jaga agar posisi punggung tetap rata dan perut masuk kedalam, kemudian secara perlahan-lahan tekuk siku dan luruskan kembali.
- Tetaplah bernafas dengan normal dan jangan kunci siku moms pada saat meluruskannya.
- Ulangi 10 sampai 15 kali. Lakukan sesuai dengan kondisi moms.

* Latihan Bahu dan Kepala
- Berbaringlah di atas punggung dengan posisi lutut di tekuk dan tangan di belakang kepala.
- Ambil nafas dan pada saat melepaskannya, kencangkan otot perut dan tahan posisi punggung bagian bawah agar tetap menempel di lantai lalu angkat bahu dan kepala. Kemudian, turunkan kembali secara perlahan-lahan dan lakukan sebanyak 7-10 kali.

Minggu 4 – dan Seterusnya.

Empat sampai dengan 6 minggu setelah melahirkan, lakukanlah latihan tambahan seperti berikut:

* Latihan Kaki
- Berbaringlah dengan posisi punggung menempel lantai dan lutut di tekuk.
- Tegakkan otot perut dan tekan punggung bagian bawah ke lantai saat moms mengeluarkan nafas.
- Luruskan kaki sejauh mungkin, gunakan otot perut untuk menahan posisi punggung tetap rata dan menempel lantai.
- Saat punggung moms mulai terangkat, kembalikan kaki ke posisi semula, lalu tahan perut dalam posisi menegang.
- Ulangi 8 – 10 kali.
Perhatikan pernafasan moms saat melakukan latihan ini. Ingatlah untuk mengencangkan otot perut dan meratakan posisi punggung sebelum meluncurkan kaki. Pada saat otot perut mengencang, moms akan dapat meluruskan kaki lebih jauh.

* Latihan Dengan Posisi Duduk
- Duduklah di bagian pinggir kursi, tekuk lutut dan telapak kaki menempel rata di lantai; dengan halter seberat 1,5-2,5 kg di samping masing-masing kaki.
- Bungkukkan badan ke depan mendekati paha. Jaga posisi punggung tetap rata.
- Dengan masing-masing tangan memegang halter, luruskan lengan dan biarkan dalam posisi menggantung ke bawah dengan telapak tangan berhadapan.
- Tekuk siku dan angkat ke arah bahu. - Luruskan lengan dan ulangi 8-10 kali.

* Latihan dengan Halter
- Dengan halter seberat 1,5-2,5kg di masing-masing tangan, duduklah di bagian pinggir sebuah kursi dengan posisi lutut di tekuk dan kaki rata.
- Putar pangkal bahu ke depan dan ke belakang.
- Luruskan seperti posisi semula. Ulangi 8-10 kali.

Sebelum melakukan setiap latihan, lakukanlah pemanasan terlebih dahulu: Cobalah melakukan jalan di tempat atau jalan cepat selama 5 menit. Tahan setiap latihan peregangan selama 20 detik. Kemudian akhiri dengan beberapa gerakan stretching yang ringan untuk coolingdown.

Sekali lagi yang perlu di ingat, sebaiknya mommies melakukan semua latihan fisik diatas sesuai dengan kodisi fisik moms. Jangan memaksakan diri apa lagi sampai merugikan si kecil. Selamat mencoba dan selamat membuktikan khasiat nya. (WRM/SA-2007)

Sumber tulisan: * Female Magazine * Segala Sumber

Membantu Anak Yang Pemalu

(Tuesday, 06 March 2007) - Oleh: Nieza Graha
Ketika si kecil pemalu memang agak sedikit membuat masalah dalam sosial kontaknya dengan orang lain. Si Pemalu tidak mudah bergaul dengan orang lain, dan lebih banyak menghindar ketika dia harus berhadapan dengan orang lain. Terkadang banyak orang tua yang akhirnya putus asa menghadapi tingkah anak-anak yang mempunyai sifat pemalu ini. Sifat pemalu pada anak-anak dapat diketahui dari keseharian dia melakukan kontak dengan orang lain. Sifat ini mungkin karena kurangnya rangsangan buat anak untuk melakukan kontak dengan orang lain atau pun mungkin pula disebabkan oleh faktor genetika yang dimilikinya yang banyak mempengaruhi sifat pemalu pada anak itu.

Anda pernah melihat seorang anak yang sukar sekali berpisah dengan ibunya? Di tempat-tempat umum ataupun pada sebuah acara keramaian seperti ulang tahun anak-anak ada anak yang selalu berlindung dibalik badan sang ibu dan tidak mau kontak dengan yang lain.

Tidak sedikit anak-anak yang mempunyai sifat pemalu lebih senang menyendiri daripada beramai-ramai. Walaupun rasa malu ini merupakan salah faktor genetik yang ada pada diri seseorang anak, tetapi sifat ini dapat diubah dengan berbagai usaha yang dilakukan untuk mengatasinya. Usaha sungguh-sungguh dan latihan yang diberikan secara terus menerus yang dilakukan orang tua tanpa mengenal putus asa dapat membantu seorang anak yang mempunyai sifat pemalu untuk tampil lebih berani, dan dengan perlahan-lahan rasa malu itu pun mulai berkurang dan sekarang anak bisa tampil dengan penuh percaya diri.

Beberapa latihan dan cara yang dapat diterapkan untuk membantu mengatasi sifat pemalu yang dimiliki anak-anak

Sering-sering mengajak dia keluar rumah dan bertemu dengan orang banyak.Dengan sering bertemu dengan berbagai ragam orang, si kecil yang pemalu akan mulai mengenal banyak karakter orang. Dia akan mulai terbiasa dengan lingkungan yang asing yang tidak biasa dengan lingkungannya sehari-hari. Ini melatih dia menjadi terbiasa menghadapi lingkungan yang berbeda-beda. Dan melatih dia pula untuk bisa mengatur dirinya menghadapi lingkungan yang berbeda-beda tersebut.



Mengajaknya bermain dengan anak-anak sebayanya. Dengan bermain dengan anak-anak sebayanya, si kecil akan merasa senang karena dia akan merasakan bagaimana
senangnya bermain dengan sebaya. Kalau dia masih malu-malu untuk memulai, biasanya pertama kali orang tua bisa ikutan bermain dengan anak-anak kecil itu. Seandainya si kecil sudah mulai merasa nyaman, orang tua bisa sedikit demi sedikit menjauh, tetapi masih berdiri dekat tempat bermain itu. Si kecil masih bisa melihat anda. Perlahan-lahan si kecil
akan nyaman dengan teman-temannya.

Mencarikan sahabat yang tepat untuk si kecil. Setelah si kecil mulai mengenal teman-teman sebayanya, orang tua dapat berdialog dengan dia bagaimana perasaan dia dengan teman-temannya itu, dan menanyakan dengan siapa dia merasa senang bermain. Dengan teman yang menurut si kecil paling baik itu, orang tua sebaiknya mengintensifkan si kecil bermain dengannya. Yang akhirnya mereka bisa menjadi bersahabat. Ini membantu si kecil untuk belajar berkenalan dengan lebih baik.

Perkuat Rasa Percaya Diri. Carilah apa yang menjadi kegemaran si kecil, apa kelebihannya. Misalnya dia senang sekali menggambar. Seringseringlah orang tua mengajak si kecil untuk mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan hobbynya itu. Si kecil yang pemalu akan merasa nyaman dan senang dengan kegiatannya, karena mereka merasa mempunyai kemampuan dan kelebihan dalam bidang yang mereka senangi itu. Hal ini akan semakin memperkuat rasa percaya dirinya. Perkuat rasa percaya diri si kecil dengan kegiatan yang membuat dia merasa bangga.

Jangan memaksa si kecil untuk berani, tetapi rangsang dia untuk berani. Jangan pernah memaksa si kecil yang pemalu untuk tampil, tetapi rangsanglah dia untuk berani tampil di depan umum. Seandainya si kecil dipaksa, dia akan merasa terbebani, akhirnya si kecil malah akan semakin menghindar dan menjadi semakin pemalu. Dengan merangsangnya si kecil akan dapat menentukan sikapnya, akhirnya dia menjadi lebih berani dan tampil penuh percaya diri.

Munich, Maret 2007
http://www.wrm-indonesia.org - We R Mommies Powered by Mambo Open Source Generated: 20 March, 2007, 11:11