Wednesday, March 21, 2007

Mendengar atau Terdengar ?

Pengirim: Eva Tio Pitna (http://wrm-indonesia.org/index.php?option=content&task=view&id=1041&Itemid=2)

Tuesday, 20 March 2007

Anak : "Bunda, aku nggak mau sekolah lagi. Di sekolah banyak anak nakal Bunda…, aku sering diganggu. Pokoknya aku gak mau sekolah lagi, aku takut Bunda……" (sambil menangis)

Bunda : (Bundanya sambil matanya menonton televisi yang menayangkan sinetron favorit). "Masa sih? Anak Bunda gak boleh takut dong, kalau Cuma diganggu aja sih gak apa-apa, gak perlu takut. Pokoknya besok harus tetap ke sekolah seperti biasa ya. Ya sudah sana gih, Bunda lagi nonton TV nih, nanti kelewat deh ceritanya...! Kamu sih ada-ada aja, gitu aja takut...!

Problem Komunikasi Dalam Keluarga

Situasi di atas sepertinya tidak asing lagi di jaman ini, di mana setiap orang, termasuk orang tua, seolah membangun dunia sendiri yang terpisah dari orang lain, bahkan anggota keluarganya sendiri. Komunikasi keluarga menjadi “barang mahal dan barang langka” karena masing-masing sibuk dengan urusan, pikiran dan perasaannya masing-masing.

Akhirnya komunikasi yang tercipta di dalam keluarga menjadi komunikasi yang sifatnya informatif dan superfisial (hanya sebatas permukaan). Misalnya, pemberitahuan agenda kerja ayah hari ini, rapat di kantor, janji bertemu orang, harus presentasi, atau mungkin membicarakan mengenai t eman ayah punya pekerjaan baru, si Pak Tiar pergi ke luar negeri, tingkat bunga bank, kurs dollar, situasi politik, kerusuhan yang terjadi di luar daerah, dan lain sebagainya. Sementara ibu membicarakan tentang teman kerja di kantor, rencana bisnis ibu, rencana masak memasak, pertemuan arisan, acara televisi baru, atau membicarakan tentang anak teman ibu yang punya masalah. Anak-anak, punya dunianya sendiri yang sarat dengan keanekaragaman pengalaman dan cerita-cerita seru yang beredar di kalangan teman-teman mereka.

Dalam kepadatan arus informasi yang serba superfisial dan sempitnya “waktu bersama”, membuat hubungan antara orang tua – anak semakin berjarak dan semu. Artinya, hal-hal yang diutarakan dan dikomunikasikan adalah topik umum selayaknya ngobrol dengan orang-orang lainnya. Akibatnya, masing-masing pihak makin sulit mencapai tingkat pemahaman yang dalam dan benar terhadap apa yang dialami, dirasakan, dipikirkan, dibutuhkan dan dirindukan satu sama lain.

Dalam pola hubungan komunikasi seperti ini, tidak heran jika ada orang tua yang kaget melihat anaknya tiba-tiba menunjukkan sikap aneh, seperti tidak mau makan, sulit tidur (insomnia), murung atau prestasinya meluncur drastis. Orang tua merasa selama ini anaknya seperti “tidak ada apa-apa” dan biasa saja. Lebih parah lagi, mereka menyalahkan anak, menyalahkan pihak lain, entah pihak sekolah, guru, atau malah saling menyalahkan antara ayah dengan ibu.

Seringkali orang tua lupa, bahwa setiap masalah adalah hasil dari sebuah interaksi setiap orang yang terlibat di dalamnya. Setiap orang, punya kontribusi dalam mendorong munculnya masalah, termasuk masalah pada anak-anak mereka.

Seni Mendengarkan

Komunikasi, sesungguhnya tidak hanya terbatas dalam bentuk kata-kata. Komunikasi, adalah ekspresi dari sebuah kesatuan yang sangat kompleks : bahasa tubuh, senyuman, peluk kasih, ciuman sayang, dan kata-kata. Seni mendengarkan membutuhkan totalitas perhatian dan keinginan mendengarkan, hingga sang pendengar dapat memahami sepenuhnya kompleksitas emosi dan pikiran orang yang sedang berbicara. Bahkan, komunikasi yang sejati, sang pendengar mampu memahami apa yang terjadi / yang dirasakan oleh lawan bicara meski dengan kata-kata yang sangat minimal.

Bagaimana Cara Mendengarkan Yang Baik ?

Di awal artikel ini pembaca dapat menarik gambaran bagaimana suasana hati sang anak dan apa yang diharapkannya ketika ia mencoba “berkomunikasi” dengan sang ibu; dan bagaimana keadaan “hati” anak setelah itu? Kejadian tersebut tampaknya sangat umum terjadi di mana-mana, di hampir setiap keluarga. Memang tidak ada orang tua sempurna, karena setiap orang tua memiliki masalahnya masing-masing hingga seringkali memblokir hubungan positif yang seharusnya terjalin antara mereka dengan anak-anak. Tapi bukan berarti hal itu dapat selalu dimaklumi, bukan? Bagaimanapun setiap kita para orang tua perlu diingatkan kembali bagaimana cara “mendengarkan” anak kita.

  1. Fokuskan perhatian pada anak

    Pada saat anak mencoba mengatakan sesuatu, berilah perhatian sepenuhnya pada ceritanya. Untuk itu, alangkah baiknya jika kita mengalihkan perhatian sejenak dari film atau sinetron yang sedang ditonton, majalah, koran, atau dari pekerjaan yang sedang dihadapi. Tataplah langsung di matanya sambil memberi kesan bahwa kita benar-benar siap memperhatikan ceritanya, dan mendorongnya untuk bercerita.
  2. Re-statement, mengulangi cerita anak untuk menyamakan pengertian

    Tahanlah diri untuk tidak menginterupsi ceritanya sampai anak selesai bercerita. Ketika anak selesai bercerita, cobalah memberikan kesimpulan berdasarkan hasil tangkapan kita terhadap ceritanya. Pola ini, memberikan feedback bagi orang tua dan anak, apakah kita benar-benar telah memahami apa yang diceritakan atau apa yang sebenarnya ingin diungkapkan oleh anak.
  3. Menggali perasaan dan pendapat anak akan masalah yang sedang dihadapi

    Kita boleh bertanya pada mereka : “bagaimana perasaan adek, waktu itu....”; cara ini jauh lebih baik ketimbang menjatuhkan penilaian subyektif atas diri mereka : “ ah, kamu pasti takut! Kamu kan penakut....” atau “ah, paling kamu menangis...kan kamu cengeng...” atau “kamu nggak menangis, kan? Anak mama papa pemberani, tentu tidak pernah menangis!”...Penilaian tersebut malah membuat anak frustrasi karena mereka mengharap orang tua bisa mengerti perasaan mereka, bukan menilai sikap dan perasaan mereka.

    Selain itu, penilaian subyektif orang tua yang datang terlalu cepat, bisa membuat anak menarik diri untuk tidak lebih lanjut menceritakan perasaan yang sebenarnya, karena orang tua sudah punya anggapan tertentu. Misal, anak itu se benarnya takut ketika berhadapan dengan teman sekolah yang lebih besar badannya dan suka mengganggunya – namun urung bercerita karena orang tua sudah memberi label pada sang anak sebagai “anak mama-papa pasti pemberani”. Menceritakan perasaan dan kejadian yang sesungguhnya, hanya akan membuat dirinya dimarahi atau malu karena dianggap lemah.
  4. Bantu anak mendefinisikan perasaan

    Mendengarkan sepenuhnya cerita pengalaman anak, baik itu menyedihkan dan menyenangkan, membuat kita berdua (dengan anak) dapat berbagi rasa dan anak pun akan merasa orang tua menghargainya. Anak akan biasa bersikap terbuka karena yakin orang tua pasti bersedia mendengarkan mereka.

    Jika anak masih sulit mengidentifikasi perasaan mereka, bantulah dengan mendengarkan cerita mereka sungguh-sungguh, dan melontarkan kesan seperti “Wah..adek sepertinya sedih sekali”..atau “Kamu kelihatan sangat marah”...atau “adek sepertinya sedang bosan?”. Anak akan sangat lega ketika orang tua bisa menangkap perasaan mereka. Interaksi demikian, melatih anak mengidentifikasikan perasaan mereka secara tepat.
  5. Bertanya

    Hindari sikap memaksakan pendapat, cara, penilaian orang tua; alangkah lebih baik jika orang tua membimbing mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka semakin memahami kejadian yang dialami, teman yang dihadapi, perasaan yang mereka rasakan serta sikap - tindakan yang harus mereka lakukan sebagai pemecahannya.
  6. Mendorong semangat anak untuk bercerita

    Hanya dengan memberi respon “Ooo....O ya?...Wow!...” sudah menjadi stimulasi bagi mereka untuk makin giat bercerita.Pola ini dapat membuat anak tenang dan nyaman karena merasa orang tua memahami apa yang mereka ungkapkan.
  7. Mendorong anak mengambil keputusan yang tepat

    Jika orang tua ingin membantu anak menghadapi masalahnya, sebaiknya kita tidak mengambil alih keputusan (“ya sudah, besok kamu tidak usah masuk sekolah”) atau tindakan (“biar mama yang hadapi si boy teman mu yang nakal...biar mama si boy tahu apa yang anaknya lakukan!). Sebaliknya, hadirkan beberapa alternatif yang membuat mereka berpikir dan memilih manakah solusi terbaik sambil membicarakan akibat-akibat yang bisa dirasakan baik oleh anak maupun oleh orang lain.
  8. Menunggu redanya emosi anak dan mengajak berpikir positif

    Jika anak masih diliputi emosi yang memuncak hingga membuatnya sulit berbicara, orang tua jangan memaksakan anak untuk segera bicara. Kita tidak akan berhasil membuatnya bercerita dan kita pun makin tidak sabar untuk tidak memberikan opini kita padanya. Konflik seringkali terjadi dan ini menyebabkan memburuknya hubungan orang tua anak.

    Berikan waktu untuk menyendiri sampai intensitas perasaannya mereda. Ketika emosinya mereda, anak akan lebih siap untuk diajak bicara. Sekali lagi, berusahalah untuk tidak memberikan opini kita pribadi, baik terhadap pilihan sikapnya, emosinya, dan tindakannya.Tanyakan pemikiran mereka terhadap masalah ini dan bagaimana kira-kira sikap yang sebaiknya mereka lakukan di kemudian hari. Sikap ini tidak saja menghindarkan anak dari perasaan dihakimi, namun juga membantu mereka lebih memahami kejadian / peristiwa itu secara obyektif serta menemukan nilai atau pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kejadian itu.

Apa manfaat dari mendengarkan?

Bagi seorang anak, komunikasi bukan hanya bertujuan untuk membuat orang dewas a atau orang lain mengetahui dan memenuhi kebutuhannya. Dari komunikasi itu lah, anak dapat menarik kesimpulan, bagaimana orang dewasa memandang dirinya; dan dari kesan ini lah seorang anak membangun rasa percaya diri dan sense of self.

Anak akan merasa dihargai, merasa percaya diri dan mengembangkan penilaian positif terhadap dirinya, ketika orang tua menaruh perhatian tidak hanya pada ceritanya, tapi juga pada pendapat, keyakinan, kesimpulan, ide-ide, perasaan, bahkan ketika pendapat tersebut tidak sesuai dengan pendapat orang tua. Sikap orang tua yang “mendengarkan” anak, membuat anak berani membuat perbedaan dan menjadi berbeda, tanpa takut dihukum, dilecehkan atau ditertawakan. Hal itulah yang menjadi salah satu landasan keberanian dan keinginan anak, untuk menjadi diri sendiri apa adanya.

Dari tanggapan-tanggapan orang tua, anak akan belajar mengenal banyak informasi dan pengetahuan, mendengar sesuatu yang berbeda dari yang dipikirkannya selama ini, melihat alternatif yang lain, menilai pendapat dan tindakannya sendiri, menilai posisi dirinya di mata orang lain, dan menarik kesimpulan apa yang harus dilakukan olehnya. Proses saling mendengarkan dan didengarkan, mengasah daya kritis dan kreativitas berpikir anak karena ketika antara anak dengan orang tua terdapat jalur 2 arah yang terbuka, maka terbuka pula akses informasi, pengetahuan, perasaan, pemikiran dan pengalaman dari kedua belah pihak. Satu sama lain, saling belajar dan saling memperkaya, saling mengenal dan semakin memahami.

Proses komunikasi antara orang tua dengan anak, sangat membantu anak memahami dirinya sendiri, perasaannya, pikirannya, pendapatnya dan keinginan-keinginannya. Anak dapat mengidentifikasi perasaannya secara tepat sehingga membantunya untuk mengenali perasaan yang sama pada orang lain. Lama kelamaan, semakin anak terlatih dalam mengenali emosi, tumbuh keyakinan dan sense of control terhadap perasaannya sendiri (lebih mudah mengendalikan sesuatu yang telah diketahui). Misal, jika anak sudah tahu bagaimana rasanya marah, sedih, kecewa, takut, kesepian, dsb, maka akan lebih mudah bagi orang tua memberikan alternatif-alternatif cara menghadapi dan menyelesaikannya.

Mendengarkan anak secara sungguh-sungguh , membuat anak percaya pada orangtua. Hubungan mutual trust, ini membuat anak merasa lebih nyaman berada bersama orang tua, lebih memilih ‘curhat dengan orang tua dan siap menjadi “partner” ketika orang tua yang giliran butuh didengarkan.

Evaluasi Diri

Mendengarkan dan didengarkan, adalah kunci hubungan orang tua-anak yang sangat bermanfaat, baik untuk pengembangkan kematangan emosional, kepandaian intelektual, kemampuan membina kehidupan sosial yang baik serta penanaman nilai prinsip moral yang baik pada anak. Dengan mendengar dan didengar, jalur komunikasi 2 arah terbuka lebar antara orang tua – anak, memungkinkan keduanya saling mengerti dan membuat orang tua dapat memberikan dukungan yang diperlukan oleh anak.

Namun sebaliknya, jika kata-kata yang diucapkan anak hanya sekedar “terdengar” di telinga kita, akan hilang begitu saja terbawa angin dan tidak memberikan makna serta kontribusi apapun dalam proses pertumbuhan anak. Nah, apakah kita sebagai orang tua, tega mengorbankan kualitas perkembangan dan tingkat kematangan emosional, intelektual, moral, dan kemampuan sosial anak kita demi kesenangan sesaat (film yang menarik, obrolan gossip yang asik, berita yang sedang dibaca, dan lain sebagainya).....Inilah saatnya kita sebagai orang tua merefleksikan dalam kehidupan sehari-hari, apakah kita sudah lebih sering mendengarkan anak....ataukah cerita mereka hanya terdengar sayup-sayup oleh kita? (ETP/WRM)

Dari berbagai sumber

Tuesday, March 20, 2007

Tips Memilih Nursing Bra (BH Untuk Menyusui)

Tuesday, 30 May 2006

oleh: Shrie


Nursing Bra atau BH menyusui adalah BH yang dirancang khusus untuk ibu yang sedang menyusui. Dirancang dengan kelepak (flap) yang bisa dibuka-tutup pada bagian mangkuk (cup) BH, memudahkan busui (ibu menyusui) bila akan menyusui bayinya. BH menyusui tidak wajib dipakai oleh busui, tetapi hanya bersifat sebagai alat bantu saja. Bila busui merasa tidak nyaman memakai BH menyusui ini, maka tidak ada pengaruhnya terhadap kuantitas atau kualitas ASI yang dikeluarkan.

Jika mom memutuskan untuk memakai bra menyusui pada saat menyusui si kecil, berikut tips memilih bra menyusui yang aku kutip dari Majalah parents Guide edisi Februari 2006 :

- Belilah BH menyusui di pertengahan atau akhir kehamilan, atau ketika BH yang mom gunakan selama hamil sudah tidak nyaman lagi.

- Belilah minimal dua buah BH, agar mom selalu mempunyai persediaan BH bersih.

- Jika susah menentukan ukuran BH dengan tepat, siapkan BH lebih dari dua, dengan ukuran mangkuk yang berbeda-beda. BH dengan ukuran mangkuk yang lebih besar dipakai saat payudara sedang penuh-penuhnya. BH dengan ukuran mangkuk paling kecil dipakai saat payudara dalam kondisi tidak terlalu penuh/bengkak.

- Pilih BH yang bisa menopang payudara dengan baik tapi masih punya cukup ruang di puncak mangkuk untuk menyisipkan bantalan ASI (nursing pads).

- Jika memilih BH yang berkelepak, carilah yang elastis dan kelepaknya mudah dibuka dengan satu tangan (biasanya dikaitkan dengan klip plastik ke tali bahu, atau ketengah BH).

- Jika memilih BH tanpa kelepak, carilah yang tali bahunya mudah diturun-naikkan dengan satu tangan (biasanya bertali lebar, terbuat dari bahan yang lembut, tipis dan elastis, serta tidak memakai kawat penopang. BH jenis ini lebih cocok dipakai di rumah.

- Jika ukuran payudara sangat besar, utamakan memilih BH yang mampu menopang payudara dengan baik. (Disarankan memilih BH dengan kawat penopang)

- Jika mom berencana memerah ASI dengan pompa, pilihlah BH yang bukaan kelepaknya cukup lebar agar corong pompa bisa menempel dengan baik pada payudara. (WRM/SA)

Sumber :
- Majalah Parents Guide
- Berbagai sumber

Kembali Langsing Setelah Melahirkan?

Tuesday, 20 February 2007

Oleh: Shrie

Bisakah kembali langsing setelah melahirkan? Bisa saja. Tetapi dibutuhkan waktu, kesabaran, nutrisi yang baik dan latihan fisik yang cukup untuk mengembalikan bentuk tubuh seperti semula. Keinginan mengembalikan bentuk tubuh seperti sebelum melahirkan mungkin merupakan keinginan mommies yang paling utama, namun sebaiknya lakukanlah secara bertahap. Sekolah Obstetri dan Ginekologi Amerika menginformasikan bahwa cukup aman melakukan “Olahraga Ringan” kembali seperti sebelum melahirkan, namun sebaiknya dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kondisi fisik mommies.

Lakukan latihan fisik yang ringan terlebih dulu, seperti jalan cepat selama 5 menit, setelah itu berangsur-angsur moms boleh menambah lamanya latihan sesuai dengan kondisi fisik moms.

Yang perlu dihindari adalah latihan fisik yang dapat membuat payudara moms terasa perih dan sakit. Dan juga cobalah untuk selalu memulai latihan setelah menyusui bayi moms, karena payudara tidak akan terasa penuh dan si kecil pun sedang tidak rewel. Ada penelitian yang mengungkapkan bahwa bayi akan malas atau tidak bersemangat menyusui dari ibu yang baru saja melakukan latihan fisik dan masih menurut penelitian tersebut, rasa enggan untuk menyusui ini akan bertahan sampai 60 menit setelah ibu nya latihan.

Berikut ini daftar latihan fisik yang dapat di lakukan oleh moms yang baru saja melahirkan:

Minggu 1 s/d 4

* Latihan lantai untuk panggul

Otot panggul mudah lelah, jadi sebaiknya latihan kontraksi/kegel tetap di lakukan oleh ibu yang baru saja melahirkan.
Caranya:
- Berbaringlah di atas punggung dengan posisi lutut di tekuk dan telapak kaki menempel di lantai.
- Tegangkan otot vagina seperti saat moms sedang menahan keinginan untuk buang air kecil.
- Tahan sampai hitungan keempat lalu lepaskan.

* Push up

Pushup merupakan cara yang paling baik untuk menguatkan otot tubuh bagian atas yang sangat di perlukan untuk mengendong bayi. Bila moms hanya mempunyai waktu sedikit dalam melakukan latihan fisik, pastikan moms melakukan latihan pushup.
Caranya:
- Mulailah dengan posisi lutut di bawah panggul. Rentangkan tangan sedikit lebih lebar dari bahu.
- Jaga agar posisi punggung tetap rata dan perut masuk kedalam, kemudian secara perlahan-lahan tekuk siku dan luruskan kembali.
- Tetaplah bernafas dengan normal dan jangan kunci siku moms pada saat meluruskannya.
- Ulangi 10 sampai 15 kali. Lakukan sesuai dengan kondisi moms.

* Latihan Bahu dan Kepala
- Berbaringlah di atas punggung dengan posisi lutut di tekuk dan tangan di belakang kepala.
- Ambil nafas dan pada saat melepaskannya, kencangkan otot perut dan tahan posisi punggung bagian bawah agar tetap menempel di lantai lalu angkat bahu dan kepala. Kemudian, turunkan kembali secara perlahan-lahan dan lakukan sebanyak 7-10 kali.

Minggu 4 – dan Seterusnya.

Empat sampai dengan 6 minggu setelah melahirkan, lakukanlah latihan tambahan seperti berikut:

* Latihan Kaki
- Berbaringlah dengan posisi punggung menempel lantai dan lutut di tekuk.
- Tegakkan otot perut dan tekan punggung bagian bawah ke lantai saat moms mengeluarkan nafas.
- Luruskan kaki sejauh mungkin, gunakan otot perut untuk menahan posisi punggung tetap rata dan menempel lantai.
- Saat punggung moms mulai terangkat, kembalikan kaki ke posisi semula, lalu tahan perut dalam posisi menegang.
- Ulangi 8 – 10 kali.
Perhatikan pernafasan moms saat melakukan latihan ini. Ingatlah untuk mengencangkan otot perut dan meratakan posisi punggung sebelum meluncurkan kaki. Pada saat otot perut mengencang, moms akan dapat meluruskan kaki lebih jauh.

* Latihan Dengan Posisi Duduk
- Duduklah di bagian pinggir kursi, tekuk lutut dan telapak kaki menempel rata di lantai; dengan halter seberat 1,5-2,5 kg di samping masing-masing kaki.
- Bungkukkan badan ke depan mendekati paha. Jaga posisi punggung tetap rata.
- Dengan masing-masing tangan memegang halter, luruskan lengan dan biarkan dalam posisi menggantung ke bawah dengan telapak tangan berhadapan.
- Tekuk siku dan angkat ke arah bahu. - Luruskan lengan dan ulangi 8-10 kali.

* Latihan dengan Halter
- Dengan halter seberat 1,5-2,5kg di masing-masing tangan, duduklah di bagian pinggir sebuah kursi dengan posisi lutut di tekuk dan kaki rata.
- Putar pangkal bahu ke depan dan ke belakang.
- Luruskan seperti posisi semula. Ulangi 8-10 kali.

Sebelum melakukan setiap latihan, lakukanlah pemanasan terlebih dahulu: Cobalah melakukan jalan di tempat atau jalan cepat selama 5 menit. Tahan setiap latihan peregangan selama 20 detik. Kemudian akhiri dengan beberapa gerakan stretching yang ringan untuk coolingdown.

Sekali lagi yang perlu di ingat, sebaiknya mommies melakukan semua latihan fisik diatas sesuai dengan kodisi fisik moms. Jangan memaksakan diri apa lagi sampai merugikan si kecil. Selamat mencoba dan selamat membuktikan khasiat nya. (WRM/SA-2007)

Sumber tulisan: * Female Magazine * Segala Sumber

Membantu Anak Yang Pemalu

(Tuesday, 06 March 2007) - Oleh: Nieza Graha
Ketika si kecil pemalu memang agak sedikit membuat masalah dalam sosial kontaknya dengan orang lain. Si Pemalu tidak mudah bergaul dengan orang lain, dan lebih banyak menghindar ketika dia harus berhadapan dengan orang lain. Terkadang banyak orang tua yang akhirnya putus asa menghadapi tingkah anak-anak yang mempunyai sifat pemalu ini. Sifat pemalu pada anak-anak dapat diketahui dari keseharian dia melakukan kontak dengan orang lain. Sifat ini mungkin karena kurangnya rangsangan buat anak untuk melakukan kontak dengan orang lain atau pun mungkin pula disebabkan oleh faktor genetika yang dimilikinya yang banyak mempengaruhi sifat pemalu pada anak itu.

Anda pernah melihat seorang anak yang sukar sekali berpisah dengan ibunya? Di tempat-tempat umum ataupun pada sebuah acara keramaian seperti ulang tahun anak-anak ada anak yang selalu berlindung dibalik badan sang ibu dan tidak mau kontak dengan yang lain.

Tidak sedikit anak-anak yang mempunyai sifat pemalu lebih senang menyendiri daripada beramai-ramai. Walaupun rasa malu ini merupakan salah faktor genetik yang ada pada diri seseorang anak, tetapi sifat ini dapat diubah dengan berbagai usaha yang dilakukan untuk mengatasinya. Usaha sungguh-sungguh dan latihan yang diberikan secara terus menerus yang dilakukan orang tua tanpa mengenal putus asa dapat membantu seorang anak yang mempunyai sifat pemalu untuk tampil lebih berani, dan dengan perlahan-lahan rasa malu itu pun mulai berkurang dan sekarang anak bisa tampil dengan penuh percaya diri.

Beberapa latihan dan cara yang dapat diterapkan untuk membantu mengatasi sifat pemalu yang dimiliki anak-anak

Sering-sering mengajak dia keluar rumah dan bertemu dengan orang banyak.Dengan sering bertemu dengan berbagai ragam orang, si kecil yang pemalu akan mulai mengenal banyak karakter orang. Dia akan mulai terbiasa dengan lingkungan yang asing yang tidak biasa dengan lingkungannya sehari-hari. Ini melatih dia menjadi terbiasa menghadapi lingkungan yang berbeda-beda. Dan melatih dia pula untuk bisa mengatur dirinya menghadapi lingkungan yang berbeda-beda tersebut.



Mengajaknya bermain dengan anak-anak sebayanya. Dengan bermain dengan anak-anak sebayanya, si kecil akan merasa senang karena dia akan merasakan bagaimana
senangnya bermain dengan sebaya. Kalau dia masih malu-malu untuk memulai, biasanya pertama kali orang tua bisa ikutan bermain dengan anak-anak kecil itu. Seandainya si kecil sudah mulai merasa nyaman, orang tua bisa sedikit demi sedikit menjauh, tetapi masih berdiri dekat tempat bermain itu. Si kecil masih bisa melihat anda. Perlahan-lahan si kecil
akan nyaman dengan teman-temannya.

Mencarikan sahabat yang tepat untuk si kecil. Setelah si kecil mulai mengenal teman-teman sebayanya, orang tua dapat berdialog dengan dia bagaimana perasaan dia dengan teman-temannya itu, dan menanyakan dengan siapa dia merasa senang bermain. Dengan teman yang menurut si kecil paling baik itu, orang tua sebaiknya mengintensifkan si kecil bermain dengannya. Yang akhirnya mereka bisa menjadi bersahabat. Ini membantu si kecil untuk belajar berkenalan dengan lebih baik.

Perkuat Rasa Percaya Diri. Carilah apa yang menjadi kegemaran si kecil, apa kelebihannya. Misalnya dia senang sekali menggambar. Seringseringlah orang tua mengajak si kecil untuk mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan hobbynya itu. Si kecil yang pemalu akan merasa nyaman dan senang dengan kegiatannya, karena mereka merasa mempunyai kemampuan dan kelebihan dalam bidang yang mereka senangi itu. Hal ini akan semakin memperkuat rasa percaya dirinya. Perkuat rasa percaya diri si kecil dengan kegiatan yang membuat dia merasa bangga.

Jangan memaksa si kecil untuk berani, tetapi rangsang dia untuk berani. Jangan pernah memaksa si kecil yang pemalu untuk tampil, tetapi rangsanglah dia untuk berani tampil di depan umum. Seandainya si kecil dipaksa, dia akan merasa terbebani, akhirnya si kecil malah akan semakin menghindar dan menjadi semakin pemalu. Dengan merangsangnya si kecil akan dapat menentukan sikapnya, akhirnya dia menjadi lebih berani dan tampil penuh percaya diri.

Munich, Maret 2007
http://www.wrm-indonesia.org - We R Mommies Powered by Mambo Open Source Generated: 20 March, 2007, 11:11